Sabtu, 09 April 2011

ISTRI IDAMAN

Istri cantik, bukanlah satu-satunya kriteria bagi seorang mu’min yang memiliki cita-cita untuk membangun keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. keshalihan sang istri merupakan kriteria utama dan didambakan seorang lelaki di antara sekian banyak kriteria yang diinginkannya.
Apalah arti istri yang cantik, jika ia tidak taat kepada sang suami, suka membuatnya jengkel dan sakit hati, tidak menyenangkan ketika berada di dekatnya, tidak amanah, dan lain sebagainya. Tentunya keadaan seperti ini dapat membuat sang suami merasa tak aman dan nyaman berlama-lama di dalam rumah, bahkan boleh jadi rumah baginya laksana neraka. Beginilah konsekuensi yang akan ditanggung oleh seorang lelaki, tatkala ia memutuskan kecantikanlah sebagai kriteria utama dan segalanya dalam memilih partner hidupnya, meskipun ia tidak memiliki keshalihan. Seorang istri demikianlah yang memiliki potensi besar untuk tidak patuh kepada seorang suami, menyeleweng, dan cenderung mengabaikan hak-haknya. Padahal hak seorang suami atas seorang istri merupakan seagung-agungnya hak setelah hak Allah subhanahu wata’ala dan RasulNya shallallahu ‘alaihi wasallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Kalau seandainya aku boleh menyuruh seorang untuk sujud kepada orang lain, niscaya aku akan menyuruh seorang istri untuk sujud kepada suaminya.” (HR. at-Tirmidzi. Dan ia berkata, “Hasan Shahih.”).
Maka perlu bagi seorang wanita, baik yang sudah menjadi seorang istri, maupun yang akan menjadi seorang istri, untuk berusaha mencari tahu kiat-kiat khusus yang harus dilaksanakan agar ia menjadi dambaan dan pujaan para suami. Mudah-mudahan beberapa pesan dan nasehat di bawah ini bisa menjadi kiat-kiat yang berharga bagi para wanita untuk mewujudkan impiannya, menjadi idola dan idaman sang suami, serta untuk menggapai kebahagian yang hakiki dalam mengarungi lautan kehidupan rumah tangga yang penuh dengan liku-liku ini bersama suami tercinta. Kiat-kiat tersebut di antaranya adalah:
1. Hendaklah seorang istri merasa cukup dan ridha dengan pemberian yang sedikit dari sang suami. Tidak banyak menuntutnya, sehingga membuatnya kecewa dan dapat menjerumuskannya untuk mencari nafkah dengan jalan dan cara yang haram. Sungguh para wanita generasi Salafush-Shalih, apabila suaminya hendak berangkat dari rumahnya untuk mencari nafkah, ia berkata kepadanya, “Jauhkanlah (wahai suamiku) mencari nafkah yang haram. Sesung-guhnya kami mampu bersabar menahan lapar, akan tetapi kami tidak mampu bersabar menahan panasnya api neraka!”
2. Hendaklah seorang istri menjauhkan diri dari berbuat durhaka kepada suaminya, meninggikan suara ketika berbicara kepadanya, dan selalu mengeluhkan tentang suaminya kepada keluarganya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada seorang wanita, “Bagaimana sikapmu terhadap suamimu?! Sesungguhnya ia adalah surga dan nerakamu!” (HR. an-Nasa’i dan Ahmad, dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani).
3. Hendaklah seorang istri tidak meminta kepada suaminya seorang pembantu wanita yang masih muda, karena hal itu dapat menjadi sebab sang suami menceraikannya. Dan karena seorang pembantu wanita muda lebih berpotensi mengundang fitnah dalam rumah tangga. Khususnya fitnah bagi sang suami. Tidak sedikit kasus-kasus perselingkuhan terjadi di dalam rumah tangga antara seorang suami dengan seorang pembantu wanita muda, karena seringnya komunikasi, saling memandang dan berdua-duaan, tatkala sang istri tak ada di rumah, dan lain sebagainya. Kemudian terjadilah perselisihan dan percekcokan antara suami dan istri yang berakhir pada perceraian. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidaklah aku meninggalkan fitnah sepeninggalanku ini bagi para lelaki yang lebih berbahaya, selain para wanita.” (Muttafaq ‘alaih). Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, “Janganlah sekali-kali seorang lelaki berkhalwat (berdua-duaan) dengan seorang wanita melainkan ada mahram bersamanya, lalu seorang lelaki berdiri dan berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, istriku hendak keluar menunaikan haji, sedangkan namaku telah terdaftar untuk mengikuti perang ini dan itu. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Pulanglah kamu! Dan berhajilah bersama istrimu!”. (Muttafaq ‘alaih). Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, janganlah sekali-kali ia berkhalwat (berdua-duan) dengan seorang wanita yang tidak ada mahram bersamanya, maka sungguh ketiganya adalah syetan.” (HR. Ahmad, dengan sanad yang shahih)
4. Hendaklah seorang istri mengetahui bahwa hak suami harus lebih diutamakan dari semua hak kerabat/ keluarganya. Jika mendapatkan hak-hak yang saling bertabrakan, maka ia harus tetap mengutamakan hak suami, dan hendaklah ia mengabaikan yang lainnya.
5. Hendaklah seorang istri menjaga harta suaminya, tidak menggunakannya tanpa sepengetahuannya. Jika ia bersedekah dari hartanya dengan idzinnya, maka ia mendapatkan pahala seperti pahala suaminya. Jika ia bersedekah tanpa ridhanya, maka suaminya mendapatkan pahala, sedangkan ia mendapatkan dosa.
6. Hendaklah seorang istri menghindar dari pergaulan dengan para tetangga yang tidak baik, teman-teman yang buruk perangainya, yang dapat mempe-ngaruhinya sehingga ia bersikap buruk terhadap suaminya, dan dapat menjadi sebab terjadinya perselihan antara ia dengannya, serta dapat merendahkan martabat dan harga diri suami di hadapannya.
7. Hendaklah seorang istri bersikap sabar atas perlakuan suaminya yang kurang baik. Hendaklah ia bijaksana dalam menyikapinya tatkala sedang emosi, niscaya suaminya akan memujinya pada waktu ia senang. Dan hendaklah ia juga mengetahui, bahwa problematika dalam rumah tangga tidak akan menjadi besar kecuali jika hal itu disikapi dengan keras kepala dan kesombongan. Maka janganlah ia menghancurkan rumah tangganya dengan sikap keras kepala dan kesombongan.
8. Hendaklah seorang istri memenuhi panggilan suaminya dalam situasi dan kondisi apa pun. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa mengajak istrinya ke tempat tidurnya, lalu ia enggan, maka para malaikat melaknatnya hingga pagi.” (Muttafaq ‘alaih)
9. Hendaklah seorang istri tidak menyebutkan atau menceritakan ‘sifat’/keistimewaan wanita lain kepada suaminya. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang hal tersebut. Sebagaimana sabda shallallahu ‘alaihi wasallam beliau, “Janganlah seorang wanita bergaul dengan wanita lain, kemudian ia menceritakan wanita tersebut kepada suaminya, seakan-akan suaminya melihatnya (wanita tersebut).”(Muttafaq ‘alaih).
10. Hendaklah seorang istri mampu menjadi pemimpin di rumah suaminya dan bertanggung jawab terhadap anak-anaknya, dengan menyuruh mereka berbuat baik, dan melarang mereka dari perbuatan yang mungkar (tidak baik). Serta tidak meridhai jika ada sesuatu yang mungkar di rumahnya. Dan hendaklah ia mengerti bahwasanya tidak ada ketaatan kepada satu makhlukpun dalam maksiat kepada Allah subhanahu wata’ala. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “…Dan seorang wanita (Ibu) adalah pemimpin di rumah suaminya, dan akan mem pertanggungjawabkan atas kepemimpinannya,…”(HR. al-Bukhari dan Muslim). Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mencegahnya dengan tangannya, dan apabila ia tidak mampu, maka hendaklah ia mencegahnya dengan lisannya, dan apabila tidak mampu juga, maka hendaklah ia mencegahnya dengan hatinya, dan yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim, Abu Daud, an-Nasai, at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad). Wallahu a’alam.